Karena Sebuah Puisi
Karena Sebuah Puisi Karena sebuah puisi Guruku pergi Ku tak mengerti Mengapa hal itu bisa terjadi Pindah ke sekolah desa Pergi k...
https://alfatihschool.blogspot.com/2015/01/karena-sebuah-puisi.html
Karena Sebuah Puisi
Karena sebuah puisi
Guruku pergi
Ku tak mengerti
Mengapa hal itu bisa terjadi
Pindah ke sekolah desa
Pergi ke daerah terpencil
Tinggalkan sekolah
Tinggalkan ibu kota
Guruku
Kau bilang
Kau akan belajar di sana
Belajar menjadi murid
Murid alam raya
Belajar bahasa
Bahasa jiwa
Belajar menulis
Menulis buku kehidupan
Belajar membaca
Membaca puisi hati
Belajar menghafal
Menghafal Qur’an
Belajar menghitung
Menghitung dosa
Belajar menggambar
Menggambar semesta
Kau bilang
Kau akan berteman banyak di sana
Bersama alam yang ramah
Bersama angin yang pemurah
Bersama mentari yang hangat
Bersama hujan yang bersahabat
Bersama malam yang kelam
Bersama sepi yang mencekam
Bersama hati yang buncah
Bersama panorama yang indah
Kau bilang
Kau akan hidup baru di sana
Bersama ladang ilalang
Bersama semak dan belalang
Bersama hewan peliharaan
Mengolah tanah
Membajak sawah
Menanam pohon
Menyiang rerumputan
Memelihara ternak
Merawat sapi beranak pinak
Kau bilang
Itu adalah sebuah perjalanan
Ke pengasingan jiwa yang melelahkan
Ke ladang sunyi di ujung buana
Ke pengucilan di batas benua
Tinggalkan segala kesenangan dunia
Untuk hidupkan hati
Untuk cerahkan nurani
Untuk persiapan setelah mati
Kau bilang itu adalah pengorbanan
Dan pengorbanan selalu butuh
Hati yang bersih
Jiwa yang putih
Guruku
Sungguh kau lakukan itu
Cuma karena sebuah puisi
Kau bilang kau bukan apa-apa
Kau bilang kau malu jadi guru sastra
Kau bilang kau bukan manusia layaknya
Kau bilang kau harus ke sana
Guruku
Katakan padaku
Puisi apa yang menusukmu sedemikian dalam
Mengubah paradigma
Menghancurkan tatanan
Memutar arah perjalanan
Kau bilang : Bacalah puisi Taufik Ismail
Tentang seorang mahasiswa IPB
Muhammad Kasim Arifin namanya
Itulah figur manusia sesungguhnya
Guruku…
Mengingat kembali pesan puisi itu
Aku jadi memahami
Betapa kuat tekadmu
Terus belajar menjadi
manusia sejati
Sungguh, aku ingin
sepertimu.
Karena sebuah puisi
Guruku pergi
Ku tak mengerti
Mengapa hal itu bisa terjadi
Pindah ke sekolah desa
Pergi ke daerah terpencil
Tinggalkan sekolah
Tinggalkan ibu kota
Guruku
Kau bilang
Kau akan belajar di sana
Belajar menjadi murid
Murid alam raya
Belajar bahasa
Bahasa jiwa
Belajar menulis
Menulis buku kehidupan
Belajar membaca
Membaca puisi hati
Belajar menghafal
Menghafal Qur’an
Belajar menghitung
Menghitung dosa
Belajar menggambar
Menggambar semesta
Kau bilang
Kau akan berteman banyak di sana
Bersama alam yang ramah
Bersama angin yang pemurah
Bersama mentari yang hangat
Bersama hujan yang bersahabat
Bersama malam yang kelam
Bersama sepi yang mencekam
Bersama hati yang buncah
Bersama panorama yang indah
Kau bilang
Kau akan hidup baru di sana
Bersama ladang ilalang
Bersama semak dan belalang
Bersama hewan peliharaan
Mengolah tanah
Membajak sawah
Menanam pohon
Menyiang rerumputan
Memelihara ternak
Merawat sapi beranak pinak
Kau bilang
Itu adalah sebuah perjalanan
Ke pengasingan jiwa yang melelahkan
Ke ladang sunyi di ujung buana
Ke pengucilan di batas benua
Tinggalkan segala kesenangan dunia
Untuk hidupkan hati
Untuk cerahkan nurani
Untuk persiapan setelah mati
Kau bilang itu adalah pengorbanan
Dan pengorbanan selalu butuh
Hati yang bersih
Jiwa yang putih
Guruku
Sungguh kau lakukan itu
Cuma karena sebuah puisi
Kau bilang kau bukan apa-apa
Kau bilang kau malu jadi guru sastra
Kau bilang kau bukan manusia layaknya
Kau bilang kau harus ke sana
Guruku
Katakan padaku
Puisi apa yang menusukmu sedemikian dalam
Mengubah paradigma
Menghancurkan tatanan
Memutar arah perjalanan
Kau bilang : Bacalah puisi Taufik Ismail
Tentang seorang mahasiswa IPB
Muhammad Kasim Arifin namanya
Itulah figur manusia sesungguhnya
Guruku…
Mengingat kembali pesan puisi itu
Aku jadi memahami
Betapa kuat tekadmu
Terus belajar menjadi
manusia sejati
Sungguh, aku ingin
sepertimu.