Belajar Dari Supir Angkot
Kita bisa belajar dari siapa saja. Dari apa saja. Kebaikan. Juga keburukan. Kebaikan untuk dilaksanakan. Keburukan agar terhindar dan diting...
https://alfatihschool.blogspot.com/2015/01/belajar-dari-supir-angkot_24.html
Kita bisa belajar dari siapa saja. Dari apa saja. Kebaikan. Juga keburukan. Kebaikan untuk dilaksanakan. Keburukan agar terhindar dan ditinggalkan. Seperti juga kita belajar dari lumba-lumba tentang kesetiaan dan suka menolong. Dari buaya kita belajar keserakahan dan keculasan. Dari pelangi kita belajar keindahan. Dari petir kita belajar kengerian. Dari hujan kita belajar kesukuran dan kecemasan. Dari burung kita belajar kesungguhan dan kepasrahan. Dan dari supir angkot kita bisa belajar kebaikan dan keburukan sekaligus hehehe... Bagi yang pernah atau sering menggunakan jasa angkutan perkotaan alias angkot ini, mungkin pernah melihat perilaku supirnya yang bisa menjadi bahan pelajaran buat kita.
Supir angkot adalah contoh ringan untuk model pemimpin. Dia berkuasa penuh dalam pengendalian angkotnya. Dan pastinya, bertanggungjawab atas kenyamanan dan keselamatan para penumpang. Meski berkuasa, supir angkot tidak boleh mengabaikan aturan, norma dan adab. Karena mereka punya tujuan yang sama. Seperti itulah kira-kira secara umum profil para pemimpin. Berkuasa tapi bertanggungjawab. Memegang kendali, tapi dengan yang lain sungguh peduli. Dan yang pasti, adab dan aturan harus ditaati. Tarik Maang..!
Satu kali mungkin anda pernah melihat seorang supir angkot mengemudi dengan kecepatan tinggi. Yang bikin ngeri adalah, itu ia lakukan sambil menyalakan rokok dan menghitung lembar-lembar kusam rupiahnya..? kadang ditambah sambil membuat SMS di HP jadulnya. Saya yakin dia pasti tidak tahu ada undang-undang lalu lintas melarang supir menggunakan alat komunikasi saat mengemudi. Tapi saya bukan ingin membahas itu, saya ingin menegaskan bahwa aksi nyetir sambil merokok dan menghitung uang atau mengirim SMS adalah keterampilan yang tidak mudah. Belum lagi ditambah sambil meminta bayaran dan memberi kembalian uang penumpang. Iya kan..?
Artinya, Dua atau lebih kegiatan dilakukan dalam waktu berbarengan adalah sulit. Tidak semua orang bisa melakukannya. Itu membutuhkan sinergitas terpadu antara kecermatan motorik halus dan keselarasan motorik kasar plus reflek prima dari saraf tubuh. Bayangkan pekerjaan itu melibatkan dua tangan pegang kemudi, jari-jari memencet tuts HP, menghitung uang, atau merokok, mulut saat memanggil calon penumpang atau mengingatkan penumpang yang akan turun. Mata melihat calon penumpang atau jalan ke depan yang ramai lalu lalang kendaraan lain. Dan kaki kanan dan kiri untuk menginjak pedal rem, kopling dan gas. Kerenkan..?
Padahal, dalam kenyataannya, ada tipe orang yang berkebalikannya. Ia hanya mampu bekerja satu pekerjaan saja, walau hanya berpikir. Artinya , ia tidak bisa berpikir lebih dua topik atau tema berbeda, itu pun harus fokus dan mengabaikan lingkungan sekelilingnya. Sehingga seringkali ia dianggap sombong karena tak bereaksi saat disapa atau ditegur orang lain. Karena ia sedang berpikir serius. Melihat orang tipe ini jangan keburu su’uzhon. Karena memang seperti itu adanya. Jadi jika dibandingkan, keterampilan supir angkot sungguh luar biasa bukan..?!
Nah, dari sisi ini kita bisa belajar dari supir angkot , bagai mana bekerja secara multi rupa, belajar bagaimana menyelaraskan kerja satu dengan yang lain secara serasi dan padu hingga berhasil baik. Misalnya, seseorang yang berprofesi guru. Selain sebagai guru, ia juga panitia kegiatan, ditambah menjabat struktur dan ada lagi, sebagai murobi. Dalam bentuk kerja-kerja; membuat persiapan mengajar atau mengoreksi ulangan, membuat laporan di kepanitiaan atau LPJ keuangan, membuat slide untuk presentasi atasan dan persiapan materi halaqoh. Sebagian mereka mungkin kerepotan bahkan stres, karena pengelolaan waktu dan alur kerja yang rancu. Tapi, seperti supir angkot, buatlah pekerjaan itu menjadi sinergis, serasi dan padu. Nikmati, hayati dan ikuti naluri saat bekerja. Cobalah..!
Di kala lain, satu siang di perempatan jalan. Di dalam mobil angkot yang ngetem, sopir yang ditunggu entah ada di mana. Tapi di tempat tersembunyi itu ia mengamati sambil ngopi. Dan nanti saat akan berangkat ia seperti kilat sudah berada di belakang stirnya. Mobil yang ngetem akan terpaku untuk waktu yang tak tentu. Menunggu penumpang untuk mengisi beberapa jok kosong di belakang. Udara panas, asap rokok, desah penumpang dan peluh menyatu dengan waktu yang terus memburu. Dan bisa jadi kita berada di antara penumpang yang menderita itu.
Pelajaran apa yang tengah diberikan supir angkot itu? Ya betul, kesabaran. Supir angkot tengah mengajarkan kita sebuah sikap kesabaran. Apapun yang anda rasakan, sebisa mungkin jangan tumpahkan dalam ucapan minor. Itu tak ada gunanya sama sekali. Menggerutu, marah-marah, atau mencaci tidak akan merubah apa-apa. Anda hanya dilatih untuk diam, menghitung waktu, dan menunggu dengan tabah. Mungkin saja anda bisa berteriak memaki sopir agar segera berangkat, tapi sekali lagi, itu tidak akan banyak membantu. Hanya akan membuat anda semakin kalap. Diamlah..!
Sebagian kita bisa jadi pernah mengalami peristiwa seperti itu di alam nyata? Ketika menghadapi masalah pelik, berada dalam kondisi gerah, suasana panas dan sesak dada, karena masalah pribadi,keluaraga atau kles di tempat kerja. Mungkin kita merasa sangat dirugikan. Dituduh macama-macam, dikhianati atau malah difitnah. Bisa jadi kita ingin banyak bicara untuk menjelaskan dan membela diri. Tapi kaedahnya tidak selalu begitu. Berbicara, menggerutu apalagi memaki hanya menguras energi sendiri dan tidak dapat apa-apa. Hanya diam yang paling tepat sebagai solusinya. Seperti makna sebuah kata hikmah, “Jika bicara adalah perak maka diam adalah emas.” Begitupun nasihat para masayikh dawah, bahwa “waktu adalah bagian dari solusi.” Karena waktu akan memberi pelajaran dan kesadaran baru. Yakinlah..!
Kita bisa ambil lagi pelajaran lain dari supir angkot ini. Saat adegan ugal-ugalan saling kejar sesama angkot berebut calon penumpang. Atau sprint menguji kemampuan angkotnya. Tentu saja para penumpang dibuatnya takut, ngeri dan dag dig dug. Dan benar saja, sebuah sepeda motor terjerembab terkena serempet angkot yang ngebut itu. Setelah berhenti sejenak, dan melihat melalui kaca spionnya supir angkot itu tancap gas melaju makin cepat lagi. Karena sepenglihatannya dari kaca tadi, pengendara motor tidak terluka. Apalagi ada penumpang yang berteriak, “Ga apa-apa Pir, tancep teruuus…!”
Bukankah fenomena itu pernah kita alami? Atau setidaknya melihat orang dekat kita mengalaminya. Bahwa, kondisi ugal-ugalan, saling salib, serempet dan telikung adalah dinamika kehidupan yang hampir umum. Ada yang samar namun ada juga yang kasar untuk mencapai tujuan dengan cara tak lazim itu. Intinya merugikan dan membahayakan orang lain untuk mencapai tujuannya. Prosedur dibiarkan. Adab diacuhkan. Sungkan dan rasa malu tak ada lagi. Yang lebih bahaya adalah, konspirasi antara sopir dan penumpang. Sopir ugal-ugalan dan penumpang memprovokasi karena senang kebut-kebutan dan mengundang bahaya. Tak peduli keselamatan orang lain. Juga pada hakekatnya tak peduli keselamatan diri dan angkot itu sendiri. Berabe-kan..?!
Kadang ada sikap yang salah atau keliru. Saat sebuah masalah timbul dan ada pihak yang merasa dirugikan, sang pengambil kebijakan bertindak seperti sopir angkot, ia hanya berkata, “Kita fokus ke depan, tujuan kerja kita ada di sana, jangan menengok ke belakang, karena itu hanya masa lalu…” padahal pihak yang merasa dirugikan seperti pengendara motor yang kena serempet. Dan ia berteriak karena dia terluka. Tidak bisa tidak, harus berhenti. Jawaban -fokus ke depan- dan terus berjalan adalah sangat kasar kalau tidak disebut arogan. Setidaknya , pastikan berhenti, minta maaf dan bertanggungjawab atas luka-lukanya. Termasuk motornya yang lecet-lecet. Setelah semua beres silahkan lanjutkan perjalanan. Hati-hati jangan ugal-ugalan dan menyerempet orang lagi. Ambillah hikmah meski dari sopir angkot. Walah..!
Di kesempatan yang lain, mungkin sebagian kita pernah mengalami pengalaman ini; diturunkan di tengah jalan. Biasanya karena penumpangnya cuma sedikit dan ada godaan calon penumpang di arah yang berbeda. Jadilah angkot balik arah dan penumpang diturunkan. Supir seperti ini sudah pasti tidak bertanggungjawab. Melanggar aturan dan kepingin untung sendiri, padahal itupun belum pasti. Itu artinya, Pemimpin wajib ikut aturan, visinya jelas. berjiwa besar. Menampung banyak masalah. Mencari banyak solusi. Untuk banyak kepentingan. Tidak bisa diterima menurunkan penumpang di tengah jalan. Kecuali memang orang itu membahayakan orang lain atau merusak fasilitas yang ada. Atau pemimpin mengubah arah kebijakan karena keinginan dan kepentingan pribadi. Kecuali berdasar syuro dan kesepakatan. Itu salah satu contoh buruknya. Jauhi saja..!
Nah, ini yang terahir. Sopir tembak. Istilah untuk sopir penganti yang tidak resmi. Biasanya diganti di tengah perjalanan, dengan alasan macam-macam. Kondisi sopir yang kelelahan, malas, keperluan mendadak atau memberi kesempatan bagi sopir baru untuk belajar mengemudi. Alasan pertama, kedua dan ketiga mungkin masih bisa diterima, tapi alasan keempat sungguh mengerikan. Angkutan umum dipakai sebagai arena coba-coba. Apakah anda pernah melihat peristiwa pemimpin tembak. Pemimpin yang langsung diganti tanpa prosedur? Jika ada, itu sungguh berbahaya. Mungkin saja sangat jarang ada fenomena seperti itu, namun jika bentuknyan kebijakan dan program, hal itu sangat mungkin dan sering terjadi. Mengganti secara ekstrim kebijakan dan program yang sudah ada. Itu juga berbahaya untuk kelangsungan perjalanan lembaga. Coba saja..!
Pergantian atau perubahan tetap satu kemestian dalam organisasi. Namun sangat disayangkan jika cara pelaksanannya masih memakai gaya lama. Misalnya memaksakan kehendak karena merasa kuat secara posisi dan mempunyai wewenang mengganti siapa yang tidak disukai. Supir angkot saja harus memiliki SIM A umum sebagai syaratnya. Lalu jika akan menjadi sopir truk tidak bisa langsung mengemudi truk sebelum memiliki SIM B umum. Apalagi truk gandeng atau kontainer. Semua sudah ada aturannya. Jadi jangan pernah berkata ‘Aku berhak melakukan ini atau itu. Karena aku adalah ketuanya’. Tanpa mematuhi aturan dan etika organisasi, masalah seperti itu pertanda bahaya mengancam.
Namun lebih berbahaya lagi, jika supir angkot malah menjadi pilot untuk menerbangkan pesawat boeing. Jangankan bisa terbang tinggi ke udara, sudah bisa dipastikan, saat lepas landas (take off) pesawat itu akan keluar landasan dan menabrak pembatas atau menara pengawas. Jika pun bisa dikendalikan, Paling-paling hanya berputar-putar di sekitar landasan bandara, karena tidak paham bagaimana menerbangkannya. Sudah kebayang musibah yang kan terjadi. Saya pasti orang pertama yang keluar pesawat jika pilotnya benar-benar supir angkot… hehehe
Ini hanya sebuah proses belajar. Setelah mulai lagi memakai jasa angkot. Dari sana bisa menyerap nilai dan pengalaman. Menumbuhkan rasa dan karsa. Mempertajam pengamatan dan penglihatan. Juga menyuburkan imajinasi. Itu semua akan berubah menjadi menu sehat nan bermanfaat. Tapi masih harus dikunyah-kunyah agar mudah dicerna. Salam.