Pelajaran Dari Perjuangan Al-Fatih
Kata pertama yang akan muncul kala kita menyebut Konstantinopel adalah Al-Fatih. Atau Muhammad Al-Fatih tepatnya. Ia adalah kalifah ke...
https://alfatihschool.blogspot.com/2015/01/pelajaran-dari-perjuangan-al-fatih.html
Kata pertama yang akan muncul kala kita menyebut Konstantinopel adalah Al-Fatih. Atau Muhammad Al-Fatih tepatnya. Ia adalah kalifah ke-7 dari 30 khalifah Daulah Turki Utsmani yang sangat terkenal itu. Sosoknya tidak saja terkenal di dunia Islam, namun juga di dunia Barat atau Eropa bahkan dunia secara umum. Prestasinya yang luar biasa telah memberi perubahan sangat signifikan dalam perjalanan sejarah dunia, khususnya sejarah Islam dalam mengambil alih kepemimpinan dunia. Bukan saja karena Konstantinopel dapat ditaklukan sebagai basis terakhir kekaisaran Byzantium Romawi, tetapi juga sebagai gerbang awal bagi Al-Fatih untuk menaklukan Eropa dari wilayah timur. Setelah bagian baratnya, Spanyol dan Portugal, lebih dahulu ditaklukan oleh Thoriq bin Ziyad dan Abu Musa bin Nusairi dimana Bani Umayah membangun kekhalifahan ke-2 di bumi Andalus itu.
Kehebatan Muhammad Al-Fatih bukan saja karena kegeniusannya sebagai panglima perang dalam memimpin 250.000 pasukan untuk menaklukan Konstantinopel, namun yang lebih mendasar adalah pembuktian dari bisyaroh Rasulullah SAW tentang tipikal pemimpin yang akan menaklukannya. Yakni, sebagai seorang panglima terbaik yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. :
”Sungguh, akan ditaklukan Konstantinopel oleh kalian, yang panglimanya adalah panglima terbaik, dan pasukannya pun adalah pasukan terbaik.” (HR. Imam Ahmad)
Panglima terbaik. Pasukan terbaik. Itulah syarat yang ditetapkan untuk sebuah penaklukan. Masalahnya, bukan sekedar syarat yang bisa direkayasa atau dimanipulasi, karena pensyaratan itu berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Dan masa kenabian-pun sudah berlalu lebih dari 800 tahun. Sehingga tidak bisa dimintai keterangan tambahan seperti apa syarat dan ketentuan yang berlaku untuk wujudnya panglima dan pasukan terbaik itu secara lebih detailnya.
Hanya ada satu cara saja yang bisa dilakukan, yakni mengikuti templet yang sudah dicetak dalam Al-Quran dan As-Sunah. Hanya itu. Dan Al-Fatih hanya melakukan itu. Bahkan, pada kenyataanya bukan hanya dia sendiri. Karena ia adalah khalifah ke-7, Dan ternyata upaya itu telah dilakukan sejak masa awal. Itulah yang dilakukan Utsman Al-Ghozi, khalifah pertama Turki Utsmani kala membangun kekhalifahan. Ia meletakan dasar-dasar yang kokoh untuk sebuah penaklukan agung yang diisyaratkan Nabi SAW dalam bisyarohnya. Sehingga, visi kekhalifahan Turki Utsmani kala itu adalah; MENAKLUKAN KONSTANTINOPEL. Dan mulailah ia membuat templet ilahi untuk mencetak panglima dan pasukan terbaik dalam membuktikan bisyarot Nabi SAW yakni, menaklukan Konstantinopel.
Akhirnya, atas ijin Allah SWT, benteng yang sudah bertahan 1.123 tahun akhirnya bisa ditaklukan kaum Muslimin. Dan panglima terbaik yang dimaksud dalam isyarat Rasulullah adalah Muhammad Al-fatih, begitupun pasukan yang terbaiknya.
Sebagai sebuah parameter sederhana, untuk mengukur bahwa Muhammad Al-Fatih adalah panglima terbaik dan pasukannya adalah juga pasukan terbaik sehingga mampu menaklukan Konstantinopel seperti hadits Rasulullah SAW. Bisa dicermati dari dua kisah berikut.
Pertama, sehari menjelang serangan umum, pada hari senin tanggal 28 Mei 1453, Muhammad Al-Fatih memerintahkan seluruh pasukannya beristirahat. Menghentikan semua serangan ke benteng. Aktifitas pasukan dialihkan dengan melakukan amalan ibadah untuk bertaqarub pada Allah. Al-Fatih meminta seluruh pasukan berpuasa sunah, bertahajud pada malamnya dan memperbanyak tilawah Al-Quran, doa dan dzikir pada Allah untuk memohon kemenangan. Sehingga hari itu, tenda-tenda pasukan Al-Fatih berdengung dengan tilawah dan dzikir para perindu syahid. Seakan sudah tercium aroma surga dan para Malaikat memenuhi langit Konstatinopel yang semerbak dalam keberkahan-Nya..
Kedua, pada hari Jumat pertama setelah penaklukan, Muhammad Al-Fatih dan pasukannya akan melaksanakan sholat Jumat di katedral Hagia Sophia yang telah diubah menjadi masjid. Kala memilih imam sholat, Al-Fatih meminta seluruh pasukannya berdiri. Lalu ia menyampaikan beberapa hal untuk mencari siapa yang paling berhak menjadi imam. Al-Fatih berkata; “Siapa diantara kamu semua yang sejak akil balig sampai sekarang tidak pernah meninggalkan sholat wajib meski hanya sekali saja silahkan tetap berdiri.” Tak ada seorangpun yang duduk semua tetap berdiri. Lalu Al-Fatih melanjutkan, “Siapa dianta kamu semua yang sejak akil balig hingga sekarang tidak pernah meninggalkan sholat rawatib meski sekali saja, silahkan tetap berdiri.” Ada sebagian kecil pasukannya yang duduk. Sedang sebagian besarnya masih berdiri tegak. Al-Fatih kembali melanjutkan ucapannya, “Siapa diantara kamu semua yang sejak akil balig hingga sekarang tidak pernah meninggalkan sholat tahajud meski sekali saja silahkan tetap berdiri.” Maka semua pasukannya serempak duduk. Tak ada yang berdiri. Kecuali hanya tinggal Al-Fatih sendiri yang berdiri, karena ia tak pernah meninggalkan sholat tahajud sejak akil balig-nya hingga saat itu.
Jadi, dibutuhkan waktu 154 tahun sejak khalifah I, Utsman Al-Ghozi mencanangkan visi penaklukan Konstantinopel pada tahun 1299 sampai saat penaklukan pada tahun 1453 kala Muhammad Al-Fatih, khalifah ke-7 Turki Utsmani memimpin penaklukan agung itu. Bayangkan bagaimana sebuah proses berjalan dan keistiqomahan para khalifah Utsmani mengawal visi penaklukan itu sampai ahirnya terwujud pada masa Muhammad Al-Fatih memerintah.
Kehebatan Muhammad Al-Fatih bukan saja karena kegeniusannya sebagai panglima perang dalam memimpin 250.000 pasukan untuk menaklukan Konstantinopel, namun yang lebih mendasar adalah pembuktian dari bisyaroh Rasulullah SAW tentang tipikal pemimpin yang akan menaklukannya. Yakni, sebagai seorang panglima terbaik yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. :
”Sungguh, akan ditaklukan Konstantinopel oleh kalian, yang panglimanya adalah panglima terbaik, dan pasukannya pun adalah pasukan terbaik.” (HR. Imam Ahmad)
Panglima terbaik. Pasukan terbaik. Itulah syarat yang ditetapkan untuk sebuah penaklukan. Masalahnya, bukan sekedar syarat yang bisa direkayasa atau dimanipulasi, karena pensyaratan itu berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Dan masa kenabian-pun sudah berlalu lebih dari 800 tahun. Sehingga tidak bisa dimintai keterangan tambahan seperti apa syarat dan ketentuan yang berlaku untuk wujudnya panglima dan pasukan terbaik itu secara lebih detailnya.
Hanya ada satu cara saja yang bisa dilakukan, yakni mengikuti templet yang sudah dicetak dalam Al-Quran dan As-Sunah. Hanya itu. Dan Al-Fatih hanya melakukan itu. Bahkan, pada kenyataanya bukan hanya dia sendiri. Karena ia adalah khalifah ke-7, Dan ternyata upaya itu telah dilakukan sejak masa awal. Itulah yang dilakukan Utsman Al-Ghozi, khalifah pertama Turki Utsmani kala membangun kekhalifahan. Ia meletakan dasar-dasar yang kokoh untuk sebuah penaklukan agung yang diisyaratkan Nabi SAW dalam bisyarohnya. Sehingga, visi kekhalifahan Turki Utsmani kala itu adalah; MENAKLUKAN KONSTANTINOPEL. Dan mulailah ia membuat templet ilahi untuk mencetak panglima dan pasukan terbaik dalam membuktikan bisyarot Nabi SAW yakni, menaklukan Konstantinopel.
Akhirnya, atas ijin Allah SWT, benteng yang sudah bertahan 1.123 tahun akhirnya bisa ditaklukan kaum Muslimin. Dan panglima terbaik yang dimaksud dalam isyarat Rasulullah adalah Muhammad Al-fatih, begitupun pasukan yang terbaiknya.
Sebagai sebuah parameter sederhana, untuk mengukur bahwa Muhammad Al-Fatih adalah panglima terbaik dan pasukannya adalah juga pasukan terbaik sehingga mampu menaklukan Konstantinopel seperti hadits Rasulullah SAW. Bisa dicermati dari dua kisah berikut.
Pertama, sehari menjelang serangan umum, pada hari senin tanggal 28 Mei 1453, Muhammad Al-Fatih memerintahkan seluruh pasukannya beristirahat. Menghentikan semua serangan ke benteng. Aktifitas pasukan dialihkan dengan melakukan amalan ibadah untuk bertaqarub pada Allah. Al-Fatih meminta seluruh pasukan berpuasa sunah, bertahajud pada malamnya dan memperbanyak tilawah Al-Quran, doa dan dzikir pada Allah untuk memohon kemenangan. Sehingga hari itu, tenda-tenda pasukan Al-Fatih berdengung dengan tilawah dan dzikir para perindu syahid. Seakan sudah tercium aroma surga dan para Malaikat memenuhi langit Konstatinopel yang semerbak dalam keberkahan-Nya..
Kedua, pada hari Jumat pertama setelah penaklukan, Muhammad Al-Fatih dan pasukannya akan melaksanakan sholat Jumat di katedral Hagia Sophia yang telah diubah menjadi masjid. Kala memilih imam sholat, Al-Fatih meminta seluruh pasukannya berdiri. Lalu ia menyampaikan beberapa hal untuk mencari siapa yang paling berhak menjadi imam. Al-Fatih berkata; “Siapa diantara kamu semua yang sejak akil balig sampai sekarang tidak pernah meninggalkan sholat wajib meski hanya sekali saja silahkan tetap berdiri.” Tak ada seorangpun yang duduk semua tetap berdiri. Lalu Al-Fatih melanjutkan, “Siapa dianta kamu semua yang sejak akil balig hingga sekarang tidak pernah meninggalkan sholat rawatib meski sekali saja, silahkan tetap berdiri.” Ada sebagian kecil pasukannya yang duduk. Sedang sebagian besarnya masih berdiri tegak. Al-Fatih kembali melanjutkan ucapannya, “Siapa diantara kamu semua yang sejak akil balig hingga sekarang tidak pernah meninggalkan sholat tahajud meski sekali saja silahkan tetap berdiri.” Maka semua pasukannya serempak duduk. Tak ada yang berdiri. Kecuali hanya tinggal Al-Fatih sendiri yang berdiri, karena ia tak pernah meninggalkan sholat tahajud sejak akil balig-nya hingga saat itu.
Jadi, dibutuhkan waktu 154 tahun sejak khalifah I, Utsman Al-Ghozi mencanangkan visi penaklukan Konstantinopel pada tahun 1299 sampai saat penaklukan pada tahun 1453 kala Muhammad Al-Fatih, khalifah ke-7 Turki Utsmani memimpin penaklukan agung itu. Bayangkan bagaimana sebuah proses berjalan dan keistiqomahan para khalifah Utsmani mengawal visi penaklukan itu sampai ahirnya terwujud pada masa Muhammad Al-Fatih memerintah.