Ihsan, Solusi Pendidikan Karakter | Al-Fatih School of Leaders

Ihsan, Solusi Pendidikan Karakter

“Beribadahlah kamu seakan-akan kamu melihat Allah. Jika kamu tidak sampai kepada upaya itu, maka sekurang-kurangnya rasakanlah bahwa Allah ...


“Beribadahlah kamu seakan-akan kamu melihat Allah. Jika kamu tidak sampai kepada upaya itu, maka sekurang-kurangnya rasakanlah bahwa Allah itu Melihat kamu.” (H.R. Muslim)

Persoalan bangsa yang dihadapi pada era sekarang ini adalah hilangnya jati diri bangsa. Dampak nyatanya yaitu munculnya wacana berupa stigmatisasi bahwa negeri pertiwi ini tidak memiliki karakter yang jelas. Wacana  tersebut semakin  dibenarkan dengan berbagai fakta yang mengungkapkan adanya masyarakat yang kurang arif terhadap lingkungan disekitarnya. Oleh karenanya, perlu dikaji rumusan untuk menemukan jati diri bangsa itu sendiri.

Salah satu cara yang paling tepat dalam menanggapi hal ini adalah aspek pendidikan. Saat ini pendidikan sangat digembor-gemborkan dengan urgensi pendidikan karakter. Namun hal tersebut belum terealisasi pada saat ini. Padahal pentingnya pendidikan karakter sudah dirasakan beberapa tahun belakangan. Oleh karena itu, diperlukan formulasi konkrit agar wacana ini tidak “mengambang di angkasa”.

3 Komponen, Tak dapat dipecah

Pada  umumnya  kita  selalu  menghubungkan   kata  ihsân  dengan  kata  baik, sebagaimana  tertulis di kamus bahasa  Arab. Jika ihsân di sana diartikan  baik, maka muhsin adalah orang yang baik. Hal tersebut tidaklah salah. Akan tetapi jika kita memaknai ihsân hanya dengan  pemaknaan baik, sesungguhnya  terdapat sesuatu hal yang terlewatkan. Mengapa demikian? Pada hakikatnya ketika kita membahas tentang ihsân maka secara otomatis kita juga membahas tentang iman dan Islam.

Ihsân merupakan salah satu dari tiga komponen yang dapat membentuk al-Dîn kita.   Tiga   komponen   tersebut   memang   sudah   menjadi   rukun   dalam   rangka menjalankan agama. Jika satu komponen saja tidak ada, atau tidak paham, maka sesungguhnya kita belum beragama dengan (secara) sempurna. Hal ini bagaikan segi tiga yang tidak bisa saling dipisahkan. Oleh karena itu sudah menjadi keharusan kita untuk selalu berbuat ihsân kepada siapa saja.

Perlu diketahui bahwa ihsân adalah aktualisasi dari iman dan Islam. Karenanya, maka  kedudukan  ihsân  dalam  membentuk  al-Dîn  lebih  tinggi  derajatnya  dibanding iman dan Islam. Walaupun ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dalam kenyataannya, trilogi pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat)  biasanya  hanya  mengunggulkan  iman  dan  Islam  saja  tanpa diaktualisasikan  lebih  dalam  dengan  ihsân.  Jika  ketiganya  memiliki  keterkaitan  dan sama pentingnya, apakah kita sudah memiliki ketiganya?

Ihsân dalam Konteks Pendidikan

Dalam ranah edukasi (pendidikan),  ihsân sangat erat kaitannya, bahkan  sama artinya, dengan kata “afektif”. Sama halnya dengan ihsân, afektif-pun akan berbicara tentang  kebaikan  yang  bersumber  dari  hati.  Oleh  karenanya  pendidikan  karakter berbasis Ihsân sama halnya dengan pendidikan hati. Sebagaimna kita ketahui bahwa hati adalah pusat untuk bertindak. Jika hati kita baik maka sikap kita secara otomatis akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya.

Jika demikian, bagaimanakah dunia pendidikan di Indonesia saat ini? Apakah sudah  mencipatakan  lulusan  yang  baik  dengan  hati  terdidik?  Jika  kita  mengkaji sejenak, sebenarnya apa yang menghambat terwudnya penerapan pendidikan karakter terhadap  peserta  didik?  Permasalahan  ini  terjadi  karena  tidak  ditemukannya  solusi yang tepat dalam menjawab persoalan tersebut. Selain dari pada itu, berbicara tentang karakter pastinya berbicara pada ranah afektif (hati). Maka wajar jika hal tersebut sulit untuk diterapkan.

Padahal   sebagaimana   yang   telah   dipaparkan   oleh   Ki   Hajar   Dewantara, “Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.” Tawuran pelajar, tawuran antar kampung, terorisme, korupsi, dan matinya toleransi hanyalah sedikit contoh hasil pendidikan Indonesia. Jika saat ini intelektualitas masih saja diagungkan dalam pendidikan dan masyarakat, maka sesungguhnya Indonesia tinggal menunggu waktu saja menjadi Negara penjarah, yang lekas pula menjadi suatu bangsa yang binasa. Tentu kita tidak menginginkannya.

Kemudian,  disadari  atau  tidak,  sistem  kelulusan  dalam  Sekolah  dasar  (SD) hingga  Sekolah  Menengah  Atas  (SMA)  yang  dibangun  pemerintah  sangatlah  jelas hanya mementingkan aspek kognitif sa(ha)ja. Perlu diketahui, Ki Hajar Dewantara menyatakan  hal  ini  jauh  sebelum  Bloom  hadir  dengan  “afektif,  psikomotrik,  dan afektif”. Ia mengungkapkan bahwa seorang siswa haruslah dibangun dengan tiga landasan dasar: yaitu, cipta, rasa, dan karsa. Pendidikan yang mengabaikan aspek rasa dan  karsa  hanya  menghasilkan  seorang  ilmuwan  “sakit”.  Realita  yang  terjadi  di Indonesia pun demikian. Betapa banyak orang “pinter” namun tidak berkarakter. Korupsi dilakukan orang pinter, anggota dewan pinter namun tidak beretika. Tidur di waktu rapat paripurna adalah contohnya.

Fakta-fakta   tersebut  telah  cukup  memberi  gambaran  bahwa  saat  ini  arah pendidikan   kita   telah   menghilangkan   berbagai   macam   karakter   dasar   bangsa Indonesia. Dahulu gotong royong adalah harga mati, namun kini masyarakat acuh tak acuh dengan lingkungan sekitar mereka. Inilah akibat dari pendidikan yang tidak berpacu  pada  konsep  ihsân  (kebaikan  hati).  Hal  tersebut  dibuktikan  dengan  tidak sedikit gedung-gedung tinggi hidup berdampingan dengan gubuk reyot. Dan ironisnya, tidak ada interaksi sama sekali di antara mereka untuk saling tolong menolong dan yang ada malah tindakan monopoli dan eksploitasi dari pihak yang berkuasa.

Lucunya di Perguruan Tinggi (PT) penilaian afektif terhadap mahasiswa tidak ada sama sekali. Orientasi yang dilakukan hanyalah seberapa besar anda menguasai suatu mata kuliah yang diberikan oleh dosen. Indeks Prestasi (IP) adalah faktor tunggal menentukan kelulusan seseorang. Oleh karenanya, hanya ada satu kalimat yang bisa terungkap, “Sungguh ironis melihat Perguruan Tinggi tanpa aspek afektif.” Seharusnya Perguruan Tinggi memiliki porsi yang paling besar dibandingkan sekolah dari sisi afektifnya. Hal ini karena Perguruan Tinggi adalah panggung utama perjalanan pendidikan seseorang.

Ihsânlah adalah Solusinya

Membentuk  karakter  warga  negara  adalah  cita-cita the  founding  father  kita. Tujuan  pendidikan  di  Indonesia  adalah  untuk  menumbuhkan  sikap  keindonesian. Hasil yang ingin dicapai adalah jati diri Indonesia. Seperti yang dicita-citakan pemuda Indonesia  dalam  Sumpah  Pemuda  1928  dalam  kalimat,  “Kami  putra  dan  putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.” Demi mewujukan cita- cita the founding father tersebut, tentu kita tidak akan mengabaikan aspek afektif dalam mendidik   seseorang.   Pendidikan   yang   melibatkan   cipta,   rasa,   dan   karsa   akan melahirkan peserta didik yang berkarakter.

Semua itu dapat terwujud jikalau pendidikan afektif diterapkan mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan afektif diharapkan dapat memberikan rasa keberagaman dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota masyarakat. Dengan terbentuknya   kepedulian   etika   dan   kepekaan   estetika,   berarti   anak   didik   akan mengakui kehidupan  yang multidimensi dan tidak seragam demi terwujudnya  jiwa gotong royong yang telah menjadi karakter dasar bangsa Indonesia. Semoga Indonesia dapat menerapkan pendidikan kareakter berbasis ihsân sebagai langkah untuk menjadikan diri kita menjadi manusia muhsin. Âmîn. Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.  [Ahmad Zaini Aziz]

Related

slider 7358070442087132620

Posting Komentar

emo-but-icon

TESTIMONI




Jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu yang kami rasakan saat kunjungan pertama ke Al-Fatih Dago awal 2015 lalu. Suasana yang sejuk, asrama yang nyaman, SDM yang berpengalaman, dan konsep sekolah yang beda dengan boarding school lainnya. Insya Allah dari Al-Fatih akan lahir banyak pemimpin yang luar biasa. (Doddy, Ayahanda Giri Fadhlan, Jakarta)


Al-Fatih membuat suasana yang terbatas menjadi sangat nyaman yang membuat anak-anak senang. Al-Fatih sungguh memperhatikan dan mengutamakan ilmu bagi anak muridnya. Saya sangat bangga dan puas menitipkan anak saya di Al-Fatih. Saya yakin Al-Fatih ke depan akan jadi sekolah hebat. (Seno, Ayahanda Farras , Bekasi)


Saya dan anak saya sudah keliling pesantren untuk tempat anak saya mendapat ilmu. Dan saya berikan anak saya kebebasan memilih sendiri pesantren mana yang cocok. Sangat tepat Ia memilih Al-Fatih, dan saya-pun nyaman menitipkan anak setelah mengetahui kualitas para pengelolanya. Tidak diragukan lagi. (Seno, Ayahanda Farras, Bekasi)


Al-Fatih menawarkan konsep untuk fokus mencetak pemimpin muslim masa depan. Dimana pembentukan karakter pemuda Muslim yang jujur, amanah, mandiri, setia kawan, dan pemberani lebih diutamakan dibandingkan prestasi akademik tapi kering hati. Kami juga tidak kesulitan berkomunikasi dengan Ananda maupun asatidznya. Kegiatan Santri selalu mendapat pengawasan dan pendampingan. Cara pemberian sanksi sungguh adil dan proporsional. Kami bersemangat menjadi bagian dari perjalanan Al-Fatih dalam mendidik para calon pemimpin. (Seni Sanusi, Ibunda Kemal, Depok)


Kami browsing dan survey ke beberapa boarding school, ada saja ganjanlannya. Jauh banget..,mahal banget.., konservatif banget.., tempatnya ga represent banget.., penerimaannya unhospitality banget…, selalu ga sreg..! Dan atas qodarallah, kami sangat bersukur dan cocok saat bertemu Al-Fatih Dago. Penerimaan yang ramah, sabar, penyampaian visi misi yang jujur dan… on detil. (Dewi Camellia, Ibunda Rasyad, Bandung)


Saat membaca nama Al-Fatih di brosur-nya, saya sudah tertarik. Bagi saya nama Al-Fatih sangat istimewa, akrab dan cocok sekali untuk nama sekolah. Apalagi ditambah brand-nya sebagai School of Leader,sekolah para pemimpin. Saya rasa sangat sangat tepat bernilai jual. Setelah saya cari informasi siapa pengelolanya, saya semakin yakin dan tidak ragu-ragu lagi. Mereka berpengalaman mengelola lembaga dengan system boarding school. (Ahmad Guhir, Ayahanda Salim, Kupang, NTT)


Al-Fatih mungkin bukan yang terbaik. Karena ada banyak boarding school yang lebih besar dan fasilitas lebih lengkap. Tapi bagi anak kami, Al-Fatih adalah pilihan terbaik untuk menempa jiwa kepemimpinan dan berakhlak islam. (Lusiana, Bunda Adnan, Bekasi)


Setelah survey beberapa sekolah boarding school akhirnya kami memilih Al-Fatih School of Leaders di Dago. Dan setelah beberapa waktu, kami benar-benar merasakan bahwa itu pilihan tepat. Never choise the other you have to choice Al-Fatih. (Herry Fernando, Ayahanda Gilbrano, Jakarta)


Al-Fatih? Pokoke T.O.P bgt. Bukan sekolah biasa. Apa yang saya cari dan tidak saya temukan di sekolah umumnya, saya dapatkan di sini. Kreatif, inovatif, menyenangkan dan menantang. Sukses selalu buat Al-Fatih. (Ammy, Bunda Syamil, Jakarta)


Setelah survey dan mengetahui pengelolanya adalah para pionir di lembaga sebelumnya, kami berketetapan hati untuk memilih Al-Fatih. Terbukti bukan hanya janji, kegiatan dan aktivitas pembelajaran di Al-Fatih sangat variatif dan inspiratif untuk menyiapkan calon para pemimpin generasi emas. Aamin. (Yeni Maryam, Ibunda Izzan, Tangerang)


Saya mendapat info dari teman, bahwa Al-Fatih School of Leaders didirikan oleh mereka yang berpengalaman dalam pendidikan dengan sistem boarding school. Oleh karena itu Saya percaya di Al-Fatih anak kami akan mendapatkan pendidikan yang terbaik untuk bekal kehidupannya di Dunia dan Akhirat. (Ibunda Alim, Bandung)


Anak saya yang memutuskan sendiri untuk masuk ke Al-Fatih School of Leaders. Dia menolak untuk melanjutkan survey ke sekolah lain. Itu menggembirakan saya karena pencariannya sudah berhenti, ia sudah menemukan sekolah yang benar-benar cocok. Masalahnya, ia ingin sekolah yang dipilihnya sesuai dengan cita-citanya kelak, Karena cita-citanya menjadi presiden. (Widodo, Ayahanda Sholah, Bekasi)


Saya semakin yakin dengan pilihan anak saya meski awalnya sempat ragu. Namun setelah berjalan sejauh ini saya percaya Al-Fatih pantas diandalkan untuk mencetak pemimpin masa depan. Be stronger be higher . (Fatmah Hanum, Ibunda Sholah, Bekasi)


Kualitas, Fasilitas, Biaya dan Pengelola… itu yang menjadi pertimbangan kami memilih sekolah. Lalu kami putuskan bergabung bersama Al-Fatih mencetak para pemimpin masa depan. Anak saya-pun bersemangat menjadi bagian school of leaders Al-Fatih. Semoga Allah memberi petunjuk dan kekuatan untuk segenap civitas Al-Fatih. Barokallahu lakum. (Yan Yan, Ayahanda Afnan, Tangerang)


Kami punya mimpi, anak kami kelak menjadi pemimpin yang mewarnai peradaban dengan akhlak dan kebaikan. Dan kami yakin, Al-Fatih mampu mengantarkan putra kami mewujudkan mimpi itu. (Yuli Rachmatiah , Ibunda Ghiyats, Bandung)

Terbaru

Komentar

AGENDA SEKOLAH

1 Januari - 31 Maret 2018
Penerimaan Santri Baru Al-Fatih

13 - 14 Januari 2018
Safari Masjid - Al-Fatih Generation

Temukan Kami Di Facebook

Total Tayangan Halaman

item